Rembulan

Aku tidak tahu perkara rindu sesulit itu.
Ingin menyapa segan, tak menyapa gelisah.
Aku pun acuh perkara melepaskan sesakit itu.
Melihat dia yang dicinta bahagia dan hanya aku seorang yang merana.

Duhai rembulan yang jail menggoda.
Ku titipkan hati yang gelisah sebab rindu tak terucap ini pada mu.
Ah Tuhan memang menciptakan kaki untuk berjalan, tangan untuk memeluk atau bibir untuk mengucap.
Tetapi Ia tidak menciptakan ku sekuat kau dalam perkara mengikhlaskan.

Kekuatan ikhlas mu untuk setia sendiri menatap ku diatas sana menjadi kan ku kerdil.
Keterbatasan ku untuk berdiri sendiri bahkan kesukaran ku untuk menyapa dia kekasih hati menjadikan ku tak sebanding.
Bukan berarti ku tak mampu menyapa dia yang membuat ku sinting.
Tetapi bagaimana bisa aku menyapa jika dengan mendengar namanya saja kaki ku tak berdaya.

Wahai rembulan yang bermanja bersama bintang-gemintang.
Dan pada malam yang tega mengusir senja walau telah menghangatkan.
Dapatkah kau mengatakan kepadanya untuk berhenti menari disudut ingatkan ini?
Atau bisakah kau mengusirnya dari ruang harsat yang lama dia tinggali?

Bukan..
Bukan karena aku tak suka melihatnya menari.
Atau mengenang ia dalam mimpi.
Tetapi akan lebih baik untuk dia keluar dari dunia fiksi.
Dan mulai menari bersama ku ditemani cahaya mentari.

Komentar

Postingan Populer