Negara itu tak beribu

Negara itu tak beribu.
Lahir dari bah darah para pejuang dan rakyat jelata.
Berdiri dari kaki para wisma pinggir jalan.
Dan makan dari jatah anak yatim di panti asuhan.

Di meja kayu jati asli dengan pahat kesedihan terdapat selembar kertas.
Di tangan kanan ia memegang pena dengan pisau kecil yang mematikan.
Sajak serta puisi tertulis rapi ditumpukan sampah yang siap dibakar.
Sebatang pohon ditebang dan menjadi secarik kertas dan terbakar menjadi polusi.

Ia hidup tanpa kehangatan seorang ibu.
Hidup tanpa nasihat seorang ayah.
Hidup tanpa kesetiaan seorang kakak.
Ia ingin hidup sendiri, katanya pada dunia.

Negara itu dilindungi oleh para pejabat haus kekuasaan.
Harsat terpenuhi mungkin ia kan dibuang diperapian.
Dihargai atau menghargai jasa dengan sejuta senyuman dan sebongkah pisau dibalik pakaian.
Dan ia tetap saja terbuai oleh pujian.

Ini bukan cerita tentang negara yang ditinggali nenek moyang.
Ini cerita tentang kau yang terlena oleh pelacur murahan dan berteman dengan pengamen jalanan.
Dipeluk dan memeluk kekosongan yang kau sebut dengan kebahagiaan.
Berjalan beriringan dengan ular yang kau beri makan, lupa bahwa ia juga seekor binatang.

Komentar

Postingan Populer