Di Tungku Perapian

Hujan itu kembali mengguyurku.
Membangunkan ku dari lelapnya tidurku.
Ah kau datang lagi.
Gerutu ku, kesal akan basah kuyup tubuhku.

Kufikir musim kemarau setia menjagaku malam ini.
Ternyata dugaan ku salah.
Kau sengaja pergi walau ku pinta untuk menemani.

Kau tahu sayang?
Hujan ini semakin lebat.
Ia bahkan tega mengajak teman-temannya untuk mengeroyoki ku.
Kilat yang menyambar daun telinga ku membuat pilu pendengaranku.
Sang angin menampar tubuhku hingga remuk tulang-berulangku.

Dan kau?
Dengan tega menatapku dari kursi perapian.
Diselimuti hangatnya sepercik api diatas tungku berwarna biru.
Bersenandung kecil, tersenyum liat semua penderitaanku.

Ah dulu kufikir pelukmu sehangat terik matahari.
Cintamu seindah cerahnya cahaya mentari.
Tetapi kini ku mulai menyadari bahwa semua itu sebatas ilusi.

Komentar

Postingan Populer